Minggu
pagi itu sebagaimana biasanya hari libur pasar terasa lebih padat. Anak-anak
terlihat di berbagai sudut. Sebagian ditemani ayahnya, sebagian lainnya bersama
teman-temannya.
Sekelompok
anak yang berkumpul di satu titik menarik perhatian. Rupanya bocah-bocah itu
mengerumuni tiga ekor kera yang sama bocahnya. Ketiganya tidak ditempatkan di
dalam kandang, tapi di atasnya, dengan tali rafia dililitkan di masing-masing
perut. Anak-anak senang bukan main karena bisa menyentuh dan berbagi kacang.
“Kalau
di kebun binatang interaksi sama hewannya malah tidak bisa,” ujar Nursamsyiah,
warga Bantul yang menyertai putrinya. “Ini sekalian melatih dia biar tidak
takut hewan.” Sang Putri yang cantik baru enam tahun, ia tidak kunjung beranjak
dari kera-kera teman barunya, melupakan rencananya membeli ikan.
Beberapa
pengunjung pasar menghentikan langkah untuk memotret ketiga kera bocah yang
tingginya tak lebih dari tigapuluh centi itu. Termasuk seorang turis, wanita
muda berambut pirang bergaun hitam panjang hingga tungkai. Ia menolak
diwawancara.
Dari
jarak dekat tampak jelas warna keemasan di tubuh mereka adalah rekayasa. Lengan
dan paha mereka kelabu. Bulu di atas kepala diwarnai lebih terang, kemudian
ditegakkan sedemikian rupa menyerupai tampilan kaum mohawk.
Saat
para tamu satu demi satu berlalu dan keadaan sekitar berangsur senyap, ketiga
kera tiba-tiba saling mendekap erat. Kali ini tidak seekor pun merespon sekeliling
dengan lugas. Kamera Ichsan Anggoro terarah ke mereka dari jarak terjaga, dalam
bingkai statis, selama empatpuluh detik; dan selama itu sungguh terasakan kecemasan
dan ketakutan yang tak terperi sekaligus rasa sayang di antara mereka … – serta kemanusiaan kita yang tumpul.
Reportase
: Aditya Herlambang Foto : Ichsan
R. Anggoro
Tidak ada komentar:
Posting Komentar