Kamis, 19 April 2012

PRESENTER DAN KAMPUNG MONYET

Seorang presenter laki-laki yang terlihat selalu berusaha tampil tampan dan karib cengar-cengir mengawal berita tentang monyet sewaan di “kampung monyet”. Teman wanita di sampingnya serupa nadanya, demikian pula reporter di lapangan yang berdiri di dekat juragan dan para dalang topeng monyet.

Mungkin karena cuma soal binatang dan atraksi monyet maka bahan itu dikategorikan hiburan, karenanya sah saja disenyam-senyumi. Tapi masalahnya di layar yang sama pernah dideskripsikan bagaimana monyet diperlakukan dengan begitu keras dan keji agar terlatih mengikuti instruksi. Tayangan itu begitu mengusik hati, bahwa di balik sukacita anak-anak menyaksikan topeng monyet terpendam derita dan luka si penghibur. Apakah Mas Presenter tidak sempat menyaksikannya? Atau, apapun terkait monyet selalu digolongkan hiburan, jadi penjabaran kekejaman itu pun sejatinya tak lebih dari entertainment?

Senyuman itu betul-betul tak enak disimak, betapapun misalnya si presenter ngaku smiley face, sebab tidak hanya monyet yang ada di dalam materinya. Tapi juga sekelompok orang yang berjuang dengan keras meraih rejeki di tengah sumpeknya Jakarta. Menjamurnya atraksi monyet disertai rentalnya adalah bagian dari “kreativitas” untuk bertahan, untuk tidak patah asa di tengah jalan cadas. Banyak satwa dijadikan pengepul dapur, banyak pula yang diperlakukan tak ubahnya keranjang sampah setumpuk rasa frustrasi dan keputusasaan. Keranjang sampah  yang merah warnanya dan anyir. 

Keadaan negeri yang masih saja labil membutuhkan pekerja media yang kritis dan bening. Bening pikiran dan hatinya, bukan kulitnya. Topeng monyet seyogyanya tidak dilihat sesederhana hal unik yang ada di sekitar kita; sama halnya dengan isu penyiksaan sapi dan berita penganiayaan puluhan orangutan yang dituding sebagai hama, jika kekerasan sudah begitu merata agaknya selama ini kita terlanjur memendam persoalan yang lebih mendasar. Semoga para pekerja media tidak lelah menggalinya. 

“I believe that good journalism, good television, can make our world a better place.” – Christiane Amanpour.


(rah, 2011)           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar