Seorang
presenter laki-laki yang terlihat selalu berusaha tampil tampan dan karib
cengar-cengir mengawal berita tentang monyet sewaan di “kampung monyet”. Teman
wanita di sampingnya serupa nadanya, demikian pula reporter di lapangan yang
berdiri di dekat juragan dan para dalang topeng monyet.
Mungkin
karena cuma soal binatang dan atraksi monyet maka bahan itu dikategorikan
hiburan, karenanya sah saja disenyam-senyumi. Tapi masalahnya di layar yang
sama pernah dideskripsikan bagaimana monyet diperlakukan dengan begitu keras
dan keji agar terlatih mengikuti instruksi. Tayangan itu begitu mengusik hati,
bahwa di balik sukacita anak-anak menyaksikan topeng monyet terpendam derita
dan luka si penghibur. Apakah Mas Presenter tidak sempat menyaksikannya? Atau,
apapun terkait monyet selalu digolongkan hiburan, jadi penjabaran kekejaman itu
pun sejatinya tak lebih dari entertainment?
Senyuman
itu betul-betul tak enak disimak, betapapun misalnya si presenter ngaku smiley face, sebab tidak hanya monyet
yang ada di dalam materinya. Tapi juga sekelompok orang yang berjuang dengan
keras meraih rejeki di tengah sumpeknya Jakarta. Menjamurnya atraksi monyet
disertai rentalnya adalah bagian dari “kreativitas” untuk bertahan, untuk tidak
patah asa di tengah jalan cadas. Banyak satwa dijadikan pengepul dapur, banyak
pula yang diperlakukan tak ubahnya keranjang sampah setumpuk rasa frustrasi dan
keputusasaan. Keranjang sampah yang merah warnanya dan anyir.
Keadaan
negeri yang masih saja labil membutuhkan pekerja media yang kritis dan bening.
Bening pikiran dan hatinya, bukan kulitnya. Topeng monyet seyogyanya tidak
dilihat sesederhana hal unik yang ada di sekitar kita; sama halnya dengan isu
penyiksaan sapi dan berita penganiayaan puluhan orangutan yang dituding sebagai
hama, jika kekerasan sudah begitu merata agaknya selama ini kita terlanjur
memendam persoalan yang lebih mendasar. Semoga para pekerja media tidak lelah
menggalinya.
“I
believe that good journalism, good television, can make our world a better
place.” – Christiane Amanpour.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar